Dengan Menaikkan CUKAI ROKOK, Cara Pengendalian Pevalensi Perokok Menuju SDM Indonesia Unggul

Reporter: Mindo
Editor: adm

Depok, depokupdate.id – Sumber daya manusia (SDM) adalah aset pembangunan dan menjadi tulang punggung kemajuan bangsa. Indonesia akan memperoleh bonus demografi apabila berhasil mempersiapkan generasi muda saat ini untuk menjadi agen perubahan dengan kualitas yang kompetitif.
Namun demikian, tingginya angka prevalensi perokok di Indonesia menjadi tantangan dalam peningkatan kualitas SDM. Oleh karena itu, sebagai sebuah instrumen fiskal, menaikkan secara signifikan cukai rokok adalah strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Tujuan utama sistem perpajakan adalah menjamin terlaksananya penyelenggaraan negara yang baik dan berkesinambungan guna mewujudkan tujuan bernegara, di antaranya kesejahteraan dan keadilan sosial.

Cukai rokok adalah salah satu jenis pungutan pajak yang bertujuan mengendalikan konsumsi rokok. Kenaikan cukai rokok yang menurunkan prevalensi perokok sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo yaitu SDM yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, dan cerdas.

ROKOK DAN KUALITAS SDM INDONESIA:
Hal tersebut memberikan pengaruh yang signifikan bagi pendidikan di Indonesia. Jika jumlah perokok anak berusia 10-18 tahun semakin tinggi maka semakin tinggi pula potensi siswa sekolah yang merokok. Perilaku merokok dapat menjadi satu tantangan dalam meningkatkan produktivitas anak sebagaimana studi menemukan bahwa perokok memiliki produktivitas yang rendah dalam bekerja (Saptutyningsih, 2015).

Terlebih perilaku merokok dinilai menjadi pintu penyalahgunaan narkoba (BNN, 2013). Sejalan dengan isu-isu strategis pembangunan, pembangunan SDM menjadi tantangan tersendiri. Selain isu regulasi dan institusi, aspek SDM perlu diperbaiki untuk memastikan pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang. Dalam rangka memperkuat kualitas SDM di Indonesia, terdapat dua sektor yang membutuhkan perhatian, yaitu pendidikan dan kesehatan.

Dari sisi pendidikan, kualitas pendidikan masih rendah, serta dari sisi kesehatan, kesehatan dan gizi anak rendah, prevalensi penyakit tidak menular tinggi, dan prevalensi merokok tinggi. Dari kedua isu tersebut, tingginya prevalensi merokok menjadi faktor yang dapat mengurai simpul masalah SDM di Indonesia.

– Ancaman Rokok :
Pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan menargetkan angka prevalensi merokok usia 18 tahun sebesar 5,4% (Renstra Kemenkes, 2015). Kondisi ini semakin memprihatinkan dengan fenomena baby smoker di Indonesia mengemuka sejak tahun 2010.

Fenomena ini sangat memprihatinkan karena anak-anak atau balita bukan lagi perokok pasif melainkan telah menjadi perokok aktif pada usia yang sangat muda (CNN, 2016). Kondisi ini merupakan gambaran betapa rokok telah menjadi ancaman besar bagi generasi penerus bangsa. Tingginya prevalensi merokok pada anak di Indonesia tentu saja menjadi simpul masalah untuk pendidikan dan kesehatan Indonesia sehingga dapat mengancam kualitas.

– Dampak Rokok untuk Kesehatan:
Selanjutnya, tingginya angka perokok di Indonesia juga menjadi akar masalah tingginya penyakit tidak menular. Tingginya tingkat penyakit tidak menular di Indonesia menunjukkan bahwa SDM juga semakin rentan sakit sehingga dapat menurunkan produktivitasnya sebagai generasi yang kompetitif (Semba et al., 2018).).

Tingginya konsumsi rokok di Indonesia mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 600 triliun pada tahun 2015 atau empat kali lebih besar dibandingkan penerimaan cukai yang diterima negara (Kosen, et.al, 2017).

– Dampak Rokok untuk ekonomi:
Terlebih lagi, tingginya angka perokok di Indonesia akan membuat kelompok masyarakat miskin memiliki posisi semakin rentan. Menurut Badan Pusat Statistik yang dikutip dalam Kompas.com (2020), program pengentasan kemiskinan akan sulit tercapai karena belanja rumah tangga miskin terbesar kedua adalah rokok.
Data menunjukkan bahwa konsumsi rokok pada keluarga miskin mengalahkan kebutuhan lain yang lebih bermanfaat, bahkan kebutuhan pokok seperti pendidikan dan kesehatan.

Di sisi lain, perokok berpenghasilan menengah ke bawah cenderung lebih sensitif terhadap harga dibandingkan dengan perokok berpenghasilan tinggi sehingga kebijakan peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai tembakau berpotensi untuk melindungi kelompok penduduk miskin dari kecanduan akibat konsumsi rokok (Ahsan & Tobing, 2008).

MINDO SILAEN S.Kep.,Ners,,:
Mahasiswi Magister ilmu Kesehatan Masyarakat Indonesia Maju

APAKAH ADA MANFAAT KENAIKAN CUKAI BAGI PENINGKATAN KUALITAS SDM?
1. Kenaikan cukai rokok terbukti menjadi satu strategi yang efektif untuk menurunkan prevalensi merokok sehingga dapat mengatasi hulu masalah kualitas SDM di Indonesia, yaitu pendidikan dan kesehatan.

Dari sisi pendidikan, dengan semakin sedikitnya perokok anak maka diharapkan produktivitas mereka semakin meningkat sehingga dapat mengejar ketertinggalan dari segi kualitas pendidikan.

Dari sisi kesehatan, penurunan prevalensi merokok akan menghilangkan perilaku merokok sebagai faktor risiko penyakit tidak menular. Penurunan penyakit tidak menular akan menjadi modal bagi generasi muda Indonesia untuk lebih produktif. Selain itu, penurunan penyakit tidak menular akan mengatasi permasalahan tingginya biaya kesehatan di Indonesia.

2. Memperkuat kebijakan pengendalian konsumsi rokok yang mendukung kebijakan fiskal, misalnya mengatur iklan, menetapkan kawasan tanpa rokok, mengatur penjualan rokok terutama bagi kelompok rentan, dan upaya kampanye berhenti merokok. **

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: depokupred.com@gmail.com