“Apakah dikerjakan oleh tiap RW atau oleh staf Kelurahan dan Kecamatan. Tanpa kejelasan tata administrasi, alokasi anggaran berpotensi fraud (penyalahgunaan dana secara tidak bertanggungjawab).” tambah Ade.
Sementara itu, Ade menyebut, perbedaan kondisi demografi penduduk di tiap RW juga berpotensi mengundang masalah lain. Antara RW berpenduduk sedikit (hanya satu dua RT, puluhan KK, ratusan warga) dengan RW padat penduduk (dengan jumlah RT yang banyak, ratusan hingga ribuan KK, dan puluhan ribu penduduk), bisa mengundang kecemburuan akibat ketimpangan alokasi anggaran dan memicu pemekaran RW secara massive.
“Ini berpotensi kerawanan sosial dan pembengkakan anggaran dana Rp300juta per RW.” terangnya.
Tanpa kajian yang mendalam dan komprehensif, serta pelanggaran prosedural di sana sini, dikuatirkan progam ini akan menjadi bom waktu masalah di belakang hari.
‘Untuk itu disarankan untuk lebih berhati-hati, lakukan kajian terlebih dahulu, dan ikuti ketentuan hukum dan perundangan, serta prosedur yang benar. ” pungkas Ade.