Mas Tris berpendapat, tidak semua sekolah, siswanya bisa dapat nilai tinggi. Paling-paling hanya beberapa siswa saja yang mampu, dan itupun pada mata pelajaran tertentu, sebab masing-masing siswa mempunyai kemampuan yang berbeda.
Namun sepertinya sekolah memaksa siswa harus memiliki buku yang sama. Padahal bisa saja, sekolah tugaskan siswa mengunduh dari situs Kemendikbud, kisi-kisi soal USBN/UN.
“Toh lebih murah dan terjamin karena kisi-kisi itu dari Kemendikbud,” ungkap Mas Tris.
Jadi jelas sambung mas Tris, buku kumpulan soal yang sekarang ini dipaksakan harus dibeli siswa. Selain mahal juga tidak efektif, karena tidak semua siswa membutuhkan.
“Jangan sampai akibat kepentingan sekolah “nyari tambahan sampingan” membuat guru tidak kreatif dan siswa jadi tidak mampu berprestasi,” tegasnya.
Sebagai warga peduli pendidikan, dia mengingatkan kepala sekolah dan guru untuk lebih berinovasi dan kreatif, agar siswanya ketika lulus mampu menghadapi era globalisasi, disamping memiliki karakter.
Hingga kini, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok, M. Thamrin belum memberikan tanggapan terkait adanya penjualan buku tersebut. Jangankan sanksi, menjawab pesanpun Thamrin tidak. (Dim)