Sedangkan Redaktur Tempo Mustafa Ismail mengemukakan Tanpa pers yang bebas, demokrasi hanyalah ilusi.
Ia menyebut, selama Januari hingga Mei 2025, tercatat 38 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Termasuk pemukulan jurnalis, saat peliputan demonstrasi Hari Buruh, serta ancaman mengerikan terhadap redaksi Tempo berupa kiriman kepala babi dan bangkai tikus.
“Kasus-kasus ini menciptakan iklim ketakutan, sensor diri dan membatasi ruang gerak media dalam mengontrol kekuasaan,” bebernya.
Ismail lantas memberikan tuntunan agar kebebasan pers tetap terjaga, perlu membentuk langkah-langkah. Salah satunya, membentuk forum antar organisasi pers dan punya LBH Pers.
“Sesama wartawan itu, harus solid dan kompak. Selain itu, wartawan perlu meningkatkan kompetensinya juga. Dengan begitu, maka kebebasan pers akan selalu terjaga,” tatarnya.
Diskusi tersebut, menekankan pentingnya langkah perlindungan bagi jurnalis, mulai dari pelatihan, peningkatan kompetensi, keamanan digital, bantuan hukum, hingga kolaborasi antar wartawan.
Selain perwakilan Disporyata, Satpol PP, Disdamkar, MOOD RSUD KiSA Heru, Tampak hadir juga dalam acara tersebut, Kasubbag TU Kemenag Depok Hasan Basri, Ketua Forward sekaligus Koordinator KPKD Arek, Ketua IPJI Depok Anis, Ketua Majelis Pers Depok Muryanto, Perwakilan PJMI, PJPM A. Wijaya, Ketua Forwara Depok David Malau, perwakilan PWI Depok serta puluhan jurnalis Kota Depok.