Dalam puisinya yang berapi-api, ia menyiratkan agar pemerintah tidak membungkam karya atau tulisan para wartawan. Pasalnya, tulisan itu ada lantaran sesuai fakta.
Tak kalah seru, Jurnalis sekaligus aktivis budaya Tora Kundera melantangkan orasinya, dengan membeberkan sejarah awal kehadiran pers dan lahirnya koran pertama di bumi Nusantara ini.
Sekdis Kominfo Depok Fahmi yang mewakili Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah sangat berharap, tulisan-tulisan pers itu dapat mencerahkan dan mendidik masyarakat agar tidak gagal faham.
“Kami atas nama Pemerintah Kota Depok, menyambut baik kegiatan SWI Depok ini dan yang paling penting pers adalah mitra strategis kami di Pemerintahan,” utasnya.
Usai dibuka, acara dilanjutkan dengan diskusi publik yang dipandu moderator Sihar Ramses. Sesi diskusi dan tanya jawab, ia buka dengan 2 sesi.
Nara Sumber Pengamat Sosial & Politik Imam Suwandi, S.Sos.,M.I.Kom dalam paparannya menegaskan, kebebasan pers adalah hak asasi yang dijamin konstitusi melalui Pasal 28F UUD 1945.
“Ketika kebenaran dan keadilan itu tidak ada disebuah negara atau daerah, di situlah pers berperan. Jadi keberadaan pers adalah, untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan itu,” tekannya.
Sedangkan Redaktur Tempo Mustafa Ismail mengemukakan Tanpa pers yang bebas, demokrasi hanyalah ilusi.
Ia menyebut, selama Januari hingga Mei 2025, tercatat 38 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Termasuk pemukulan jurnalis, saat peliputan demonstrasi Hari Buruh, serta ancaman mengerikan terhadap redaksi Tempo berupa kiriman kepala babi dan bangkai tikus.
“Kasus-kasus ini menciptakan iklim ketakutan, sensor diri dan membatasi ruang gerak media dalam mengontrol kekuasaan,” bebernya.



