Penjelasan Kuasa Hukum Kemenag Terkait Perkara Lahan UIII yang Diklaim Sejumlah Warga Kampung Bojong Malaka

Terkait dengan tuntutan pendemo, Misrad mengatakan pemerintah tidak dapat menenuhi sepanjang tidak ada dasar hukumnya.

“Tentu tidak bisa kita penuhi apa yang ingin menjadi keinginan mereka. Terutama minta ganti rugi. Karena terhadap tanah ini, siapapun tidak ada yang namanya ganti rugi. Semua itu hanya diberikan uang santunan. (Uang santunan) Itu berdasarkan peraturan Presiden No. 62 2018, bukan ganti rugi,” bebernya.

Lebih lanjut Misrad mengatakan, alasan pemerintah hanya memberikan santunan kepada warga penggarap yang memenuhi syarat karena tanah tersebut sudah bersertifikat sejak tahun 1981 atas nama Departemen Penerangan. Dan kemudian dialihkan sertifikat Kementerian Agama. Jadi, statusnya menjadi tanah/aset Pemerintah Republik Indonesia.

“Jadi, tidak mungkin kita memberikan uang ganti rugi terhadap tanah yang sudah Sertifikat. Itu sama saja kita membeli tanahnya sendiri. Nah itu sudah tidak mungkin secara hukum. Yang mungkin itu hanya bisa memberi uang santunan. Itupun ada beberapa syarat, di antaranya harus menguasai fisik 10 tahun minimal,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Digitalisasi Jadi Fokus Musrenbang Kota Depok

 

“Nah mereka nempatin ini 1965, bagaimana bisa mendapatkan itu. Dan di objek tanah itu, yang mereka klaim-klaim itu sudah ada penggarap lain yang sebagian sudah mendapat uang kerohiman, dan sebagian lain sedang proses untuk mendapatkan uang kerohiman. Jadi, secara hukum tidak memungkinkan mereka mendapatkan uang ganti rugi,” sambungnya.

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: depokupred.com@gmail.com

Pos terkait