Oleh MABAR
PADA Pilkada 2015, jumlah Golput 46%. Salah satu sebab mereka tidak datang ke TPS adalah pergeseran perilaku pemilih yang tidak hanya menentukan pilihannya berdasarkan identifikasi kepartaian. Mereka mulai menggunakan isu dan kinerja kandidat, sebagai referensi pilihannya.
Partai Gerindra dan PDIP, usung Pradi Afifah sebagai calon walikota dan wakil walikota Depok yang didukung Golkar, PKB, PAN PSI dan Partai KPNP (33 kursi). Dan PKS usung Idris Imam didukung oleh PPP dan Demokrat (17 kursi).
Walaupun dukungan Pradi-Afifah
sangat kuat dan tunjukan kemenangan suara di Pileg 2019 di Ke 6 Dapil Depok, mereka tidak boleh lengah karena performance calon menentukan suara ngambang atau swing voter dari Golput yg diperkirakan 30 sd 40%.
Idris dan Pradi semula Walikota dan Wakil Walikota adalah pejabat incumbent. Mereka berdua akan berhadapan sebagai calon Walikota. Para pemilih ngambang akan banyak menyoroti kegagalan dalam pemerintahan mereka sebelumnya, termasuk nepotism di birokrasi dan kegagalan penanganan Covid 19 serta urusan pemerintahan lainnya.
Dari sisi pembagian wewenang dan tugas, pemilih sudah mengetahui kegagalan itu tanggung jawab Walikota, karena Pradi sebagai Wakil Walikota hanya bantu dan beri saran (UU mo.23/2014).
Yang menarik adalah para calon Wakil Walikota. Imam Budi Hartono pasangan Idris yang diusung PKS, dan Afifah Alia calon Wakil Walikota yang diusung PDIP, dipasangkan Pradi.
Imam lebih dikenal sebagai mantan anggota DPRD kota Depok yang sekarang jadi Anggota DPRD Prop Jawa Barat dari PKS. Prestasi kerja Imam di Dewan akan membantu menambah suara pencalonan Idris-Imam.
Afifah adalah pengusaha dan dari hasil survey kurang dikenal warga. Afifah berada diurutan terendah dari ke empat calon. Alasan mereka umumnya, belum kenal, kurang luwes dan menyapa.