Namun, Babay menyoroti beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program ini, seperti fleksibilitas dalam pengadaan alat kesenian. Menurutnya, RW seharusnya tidak hanya dipatok untuk membeli alat kesenian tertentu seperti hadroh atau marawis, tetapi juga dapat memilih alat musik tradisional lainnya seperti gamelan dan angklung.
Selain itu, Babay juga menyoroti masalah infrastruktur, khususnya saluran air. Ia menegaskan bahwa RW harus diberi kebebasan dalam menentukan metode pembangunan, seperti menggunakan batu kali atau batako merah, agar lebih efisien dan sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing.

“Para RW juga meminta kejelasan terkait alokasi anggaran, termasuk berapa persen yang dialokasikan untuk fisik. Selain itu, mereka berharap birokrasi dalam penggunaan dana ini tidak terlalu rumit. RW cukup bertanggung jawab kepada lurah dalam pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran,” jelas Babay.
Terkait pengadaan ambulans yang membutuhkan anggaran sekitar Rp265 juta, Babay menyebut bahwa pengadaannya tidak bisa diakomodasi dari dana RW. Namun, ambulans bisa diajukan melalui pemerintah kota atau aspirasi DPRD.
Sementara itu Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi PDIP, Yuni Idriyani, juga memberikan tanggapannya terkait Musrenbang Kelurahan Cipayung. Ia menyebut bahwa anggaran Rp300 juta per RW merupakan terobosan baru dari janji politik Wali Kota Depok Sofyan dan Wakil Wali Kota Chandra yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan.
“Anggaran Rp300 juta per RW ini merupakan perubahan baru bagi Kota Depok dan tentunya kabar gembira bagi para RW. Sebelumnya, banyak RW merasa kurang mendapatkan keadilan dalam alokasi anggaran. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan pembangunan lebih merata,” ujar Yuni.

Ia juga menjelaskan bahwa alokasi dana ini telah disinkronisasi dengan Bappeda, meskipun RPJMD Wali Kota yang baru masih dalam tahap penyusunan. Menurutnya, langkah percepatan ini penting agar program dapat segera terealisasi tanpa harus menunggu terlalu lama.