KOALISI GEMUK KALAH DI PILKADA, MUNGKINKAH OPOSISI

Beberapa contoh, berlarutnya persetujuan dan pengesahan APBD, pembahasan Raperda yang menunjukan adanya konflik kepentingan antara eksekutive dan legislative. Dalam perbedaan pendapat, koalisi partai mayoritas di Dewan sangat beroengaruh bahkan menentukan isi pasal keputusan.

Bagaimana bisa terjadi seorang calon kepala Daerah yang mendapat dukungan kursi di Dewan lebih kecil bisa memperoleh suara lebih banyak dan sebagai pemenang dalam pilkada? Dalam sistim pilkada dan pileg secara langsung memungkinkan pemilih bisa memilih anggota partai untuk perwakilan di Dewan, tetapi tidak memilih calon Kepala Daerah yang diusung partainya. Itulah yang terjadi di Pilkada Depok 2020. Salah satu calon yang didukung koalisi gemuk, 33 kursi di Dewan kalah suara dengan Calon yang didukung 17 Kursi.

Ini sebuah fakta, dukungan kursi di Dewan lebih banyak tidak linier dengan faktor kemenangan. Ada beberapa sebab antara lain : akselerasi roda partai pendukung kurang bergerak, calon petahana lebih berpeluang, branding profile dan karakter calon kurang, sistim sosialisasi atau kampanye termasuk konsolidasi relawan kurang optimal dan dukungan logistik dan dana yang terbatas.

BACA JUGA:  Empat Kali PKS Menangkan Pilkada Depok, Nama Besar IBH Jadi "Taruhan" di Pilkada 2024

Pertanyaannya, apakah koalisi dengan kursi lebih banyak di Dewan tidak ada manfaatnya? Inilah yang masuk dalam rumusan Devided Government, pemerintahan yang terbelah.

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: depokupred.com@gmail.com

Pos terkait