Ia menyebutkan, program ini akan disosialisasikan lebih luas ke RW dan posyandu setelah pelaksanaan biopori selesai. Namun, ia juga mengakui adanya kendala dalam anggaran.
Untuk saat ini, masyarakat disarankan membuat lubang biopori secara mandiri dengan mengikuti panduan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Depok atau dari kelurahan.
“Anggarannya belum ada, jadi kami belum bisa sepenuhnya memaksakan program ini ke seluruh wilayah. Tetapi setidaknya kami bisa mulai dari kelurahan sebagai contoh,” ungkapnya.
Meskipun Kelurahan Jatijajar belum memiliki Unit Pengolahan Sampah (UPS), wilayah ini sudah memiliki 20 bank sampah yang aktif dan produktif.
Produk hasil olahan sampah dari bank sampah dapat dimanfaatkan dan dijual, memberikan nilai tambah bagi warga.
Sebelum program pengolahan sampah berbasis biopori dan komposting dicetuskan oleh Wali Kota Depok, Kelurahan Jatijajar sudah lebih dulu memulai program budidaya maggot.
“Kami sudah punya dasar dengan budidaya maggot, tinggal melanjutkan dengan pemasaran dan pengembangan ke depannya,” tandasnya.