Pernyataan Hardiono tersebut, mendapat pertanyaan yang menghangat oleh wartawan terkait pelaksanaan di lapangan, dimana pemerintahan seringkali tumpang tindih fungsi dan perannya terkait pebertiban APK (Alat Peraga Kampanye), sehingga pungsi penyelenggara pemilu seperti KPU atau Bawaslu sering berbenturan.
Untuk hal ini, Fitrijansjah menjelaskan dalam paparannya bahwa undang-undang pemilu yang ada beberapa di antaranya banyak yang multi tafsir. Sehingga, ketika pelaksanaan di lapangan tidak sejalan dengan peraturan yang ada.
“Undang-undang yang multitafsir inilah yang akhirnya membuat ASN kena getahnya,” kata Fitrijansjah.
Oleh karena itu, melihat kenyataan tersebut, sebagai aparatur negara, Hardiono berharap adanya koordinasi yang masif antara KPU, Bawaslu dan Pemerintahan kota Depok. “Sehingga terkait dinamika politik yang ada di kota Depok, untuk menghasilkan pemilu yang damai, kita harus laksanakan bersama-sama,” lanjut Hardiono.
Dalam sesi tanya jawab, pertanyaan lain yang membuat acara tersebut makin menghangat saat peserta bertanya APK, sangsi-sangsi seputar pelanggaran ASN, bukan hanya itu, netralitas ASN kota Depok pun menjadi pertanyaan yang mendasar; apakah pemerintahan kota Depok sudah bisa dikatakan netral?
Dari berbagai pertanyaan peserta ngopi bareng tersebut, Hardiono menjelaskan – hingga saat ini, di kota Depok netralitas ASN masih terjaga. Dan bisa dipastikan, Pemkot Depok netral dan mendukung pemilu 2019 yang damai.