Saat ditanya lebih jauh mengenai aturan berbayar tersebut, Hardiono menjelaskan belum mengetahui secara pasti.
“Saya belum liat kajiannya seperti apa minimalnya sudah dibaca baru saya komentar (lebih jauh),” jelasnya.
Sementara itu, menyangkut kebijakan ERP tersebut Kepala BPTJ Bambang Prihartono meminta masyarakat tidak perlu resah karena pada saatnya nanti sebelum diimplementasikan pasti akan didahului dengan sosialisasi dan uji coba.
Kebijakan tersebut, justru berpihak pada kepentingan masyarakat banyak dengan prinsip berkeadilan. Prinsipnya bagi pengguna kendaran bukan angkutan umum dikenakan biaya apabila melewati koridor-koridor yang diberlakukan ERP. Besaran biaya yang dikenakan bergantung dari tingkat kemacetan yang terjadi dengan ketentuan semakin macet maka akan semakin besar biaya yang dikenakan.
“Jadi ERP bukan berarti kendaraan yang lewat harus membayar, namun kendaraan yang menyebabkan kemacetan pada ruas jalan tertentu akan dikenakan biaya atau yang kita sebut dengan congestion charge,” terangnya.
Bambang menuturkan nantinya akan diwujudkan prinsip berkeadilan dimana masyarakat bisa memilih tetap menggunakan kendaraan pribadi namun dikenakan biaya ERP atau berpindah menggunakan angkutan umum.
Pengenaan biaya dari kebijakan ERP ini akan menjadi pendapatan negara bukan pajak yang sepenuhnya akan digunakan untuk peningkatan penyelenggaraan transportasi umum di wilayah tersebut. Selain itu, masyarakat juga tidak perlu khawatir mobilitasnya akan terganggu, karena pada saat implementasi kebijakan ERP pasti akan dilengkapi dengan kebijakan-kebijakan pendukung lainnya.