Seiring dengan perjalanan perkembangan Kota Depok, sejak Depok ditetapkan sebagai Kotamadya, dan memiliki keterbatasan anggaran, Pemerintah bersama DPRD harus menyelesaikan persoalan infrastruktur dan non infrastruktur yang masuk dalam urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat serta sosial maupun yang wajib tidak terkait dengan pelayanan dasar yaitu tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan, komunikasi dan informatika, koperasi, usaha kecil, dan menengah, maupun penanaman modal.
Saya ingat ketika dilantik pertama kali menjadi wakil rakyat di tahun 2014, pembahasan rancangan peraturan daerah tentang RTRW kota Depok masih belum rampung, padahal Depok sudah menjadi Kotamadya sejak tahun 1999. Pembahasan RT/RW pastinya perlu berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat dan Propinsi, Pemerintah Depok dan DPRD Depok tidak bisa membahasnya sendirian.
Penataan ruang perlu kebijakan dalam bentuk perda RTRW dan perda RDTR, sehingga berimbas pula dengan lahan fasos fasum sesuai dengan peruntukkannya. TPA Cipayung sudah overload dan butuh perluasan, namun penanganan dan pengelolaan TPA harus masuk dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang mengintegrasikan kebijakan pembangunan kawasan dan pelestarian lingkungan termasuk keberadaan TPA Cipayung. Jadi secara kebijakan tidak mudah untuk melakukan perluasan TPA tanpa intervensi pemerintah Pusat dan Propinsi.