Data dan informasi bukan hanya sebagai unsur penunjang, tetapi merupakan sumber daya utama atau aset.
“Data dan informasi adalah aset yang nilainya lebih besar dari pada minyak bumi, sehingga data dan informasi harus senantiasa dijaga dan dipelihara agar nilai asetnya tidak hilang atau bahkan sampai merugikan dan menghancurkan,” papar Prof. Suryadi.
Dikatakannya, berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) , terdapat 158 serangan siber per detik pada periode Januari–Juni 2024.
“Melihat data tersebut, menjadi peringatan besar bagi seluruh pengguna internet di tanah air baik individu, organisasi, instansi maupun perusahaan bahwa Indonesia sedang dilanda gelombang serangan siber,” ucapnya.
Ia pun menyampaikan isu keamanan lainnya yaitu manipulasi gambar (image). Suatu gambar yang dimiliki oleh pelaku selanjutnya dilakukan manipulasi dan diupload ke media sosial dengan tujuan tertentu, seperti menfitnah, kampanye negatif, dan sejenisnya yang lebih dikenal dengan istilah deep fake.
Oleh karena itu, agar tidak terulang kembali, Prof. Suryadi menuturkan, perlu dilakukan upaya dengan menerapkan sistem pendeteksi penyusup yang bersifat dinamis dan pengamanan data dengan menerapkan sistem kriptografi dan steganografi.
“Pengembangan teknik kriptografi yang kami lakukan dengan berbasis fungsi chaos. Teknik ini berpotensi memberikan tingkat perlindungan yang lebih baik terhadap data digital, terutama dalam menghadapi ancaman global yang semakin kompleks,” jelasnya.